Hasan Basri
Запись блога пользователя «Hasan Basri»
Ada sesuatu yang berbeda dalam perjalanan kali ini. Bukan sekadar wisata atau liburan ke luar negeri, tapi sebuah panggilan hati yang tak bisa dijelaskan dengan logika. Aku memilih mengikuti Umroh Plus Dubai, karena di sana aku ingin menemukan dua hal sekaligus: keajaiban dunia dan ketenangan akhirat.
Dubai menyambutku dengan cahaya yang menawan. Dari atas pesawat, lampu-lampu kotanya terlihat seperti gugusan bintang yang tumpah ke bumi. Di bandara, udara modern dan pelayanan super cepat langsung terasa. Setiap sudut kota ini seperti ingin memamerkan kemewahan — tapi entah kenapa, di balik semua itu, hatiku justru terasa hening.
Hari pertama city tour menjadi awal kisah yang sulit kulupakan. Aku berdiri di depan Burj Khalifa, gedung tertinggi di dunia. Dari puncaknya, aku melihat seluruh kota di bawah sana — lautan kaca dan cahaya. Tapi justru di ketinggian itu, aku merasa kecil. Dunia terasa fana. Aku sadar, sehebat apa pun manusia, tidak ada yang benar-benar abadi selain Allah سبحانه وتعالى.
Setelah itu kami melanjutkan perjalanan ke Dubai Miracle Garden. Warna-warni bunga membentuk lorong cinta, rumah kecil, bahkan replika pesawat. Aku tersenyum, mengagumi kreativitas manusia yang luar biasa. Tapi sekali lagi, di balik keindahan itu, hatiku kembali tertarik ke arah lain — ke sesuatu yang lebih dalam. “Apakah aku sudah cukup dekat dengan-Mu, Ya Allah?” batinku bergumam.
Sore menjelang malam, rombongan kami menuju Dubai Marina. Langit berubah menjadi jingga, memantulkan siluet bangunan yang berkilau di permukaan air. Angin laut terasa hangat, dan aku mendadak tersentuh. Di tengah kemegahan dunia modern ini, aku merasakan rindu yang sulit dijelaskan — rindu pada tanah suci, pada panggilan adzan, pada suasana Masjidil Haram yang dulu hanya kulihat lewat layar televisi.
Keesokan harinya, kami menjelajahi Safari Desert. Mobil meluncur cepat di atas pasir, menuruni bukit-bukit kecil, membuat adrenalin memuncak. Tapi di saat matahari terbenam, semua berubah. Gurun menjadi lautan keemasan. Angin membawa aroma tanah dan sunyi yang menenangkan. Aku menatap cakrawala, dan tiba-tiba terasa seolah dunia berhenti berputar. Di sanalah, aku benar-benar merasa dekat dengan Sang Pencipta. Tak ada gedung tinggi, tak ada cahaya kota — hanya aku, langit, dan keheningan.
Malam itu, sambil menatap bintang-bintang di langit Dubai, aku berdoa dalam diam. Aku tahu perjalanan ini bukan kebetulan. Ini adalah cara Allah سبحانه وتعالى menunjukkan bahwa keindahan dunia hanyalah jembatan menuju kesempurnaan ibadah. Bahwa setelah kekaguman, harus ada ketundukan. Dan setelah decak kagum, harus ada sujud panjang penuh syukur.
Beberapa hari kemudian, perjalanan kami berlanjut menuju Tanah Suci. Dari bandara Dubai menuju Jeddah, aku duduk diam di kursi pesawat, menatap jendela yang dipenuhi awan. Setiap detik terasa seperti zikir dalam diam. Setiap tarikan napas, seperti doa yang ingin segera dikabulkan.
Begitu menjejak tanah Makkah, suasana berubah total. Semua yang glamor di Dubai seolah tertinggal jauh di belakang. Tak ada cahaya lampu, tapi ada cahaya hati. Tak ada kemegahan bangunan, tapi ada kebesaran Allah yang terasa nyata. Saat pertama kali melihat Ka’bah, air mataku langsung tumpah. Lututku lemas. Seolah seluruh perjalanan ini memang dirancang untuk sampai di titik ini.
Dalam thawaf pertama, aku berbisik lirih,
“Ya Allah, aku datang kepada-Mu dari tempat yang jauh, dari kota yang penuh cahaya dunia. Tapi kini aku ingin merasakan cahaya-Mu yang abadi.”
Setiap langkah di Masjidil Haram terasa seperti pembasuhan jiwa. Aku lupa waktu, lupa dunia. Semua yang kupikir penting di Dubai — hotel megah, pusat belanja, foto-foto indah — tiba-tiba terasa begitu kecil. Karena di hadapan Ka’bah, tak ada yang lebih besar selain ampunan dan cinta Allah سبحانه وتعالى.
Kini, setelah kembali ke tanah air, setiap kali mendengar kata “Dubai”, yang kuingat bukan lagi gemerlapnya. Tapi bagaimana kota itu menjadi pintu awal perjalanan spiritualku. Umroh Plus Dubai Januari 2026 bukan sekadar perjalanan wisata, tapi perjalanan menemukan diri sendiri.
Aku belajar bahwa hidup ini seperti perjalanan dari Dubai ke Makkah — dimulai dengan kekaguman pada dunia, dan berakhir dengan ketenangan di hadapan Tuhan. Dan mungkin, di sanalah makna sejati dari kata “perjalanan” itu sendiri: bukan sekadar berpindah tempat, tapi berubah hati. Demikian cerita Umroh Plus Dubai ku yang sangat berkesan.